JADWAL RETENSI ARSIP
Sebagai suatu endapan informasi, maka pertumbuhan akumulasi arsip akan sejalan dengan perkembangan pelaksanaan fungsi-fungsi unit kerja dalam struktur organisasi instansi. Artinya arsip akan berkembang terus dalam jumlah dan jenisnya sehingga diperlukan fasilitas penyimpanan yang terus berkembang. Sementara itu sebagai suatu proses yang bersifat fungsional, nilaiguna arsip akan berubah dan menyusut sejalan dengan tahapan proses tersebut. Dengan demikian esensi pemahaman terhadap nilaiguna arsip adalah kemampuan untuk melakukan penyusutan secara sistematis agar hanya arsip yang yang bernilaiguna sajalah yang harus disimpan. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka perlu ditekankan adanya azas manajemen arsip yang harus dipertahankan. Azas pertama adalah arsip disimpan untuk digunakan. Artinya jangan menyimpan arsip yang sudah habis/tidak ada nilaigunanya. Azas yang kedua adalah arsip ada karena fungsi instansi/organisasi/perusahaan (creating agency) harus segera dipisahkan untuk dimusnahkan sedangkan azas ketiga adalah arsip sebagai endapan informasi pelaksanaan kegiatan administrasi/transaksi instansi, sehingga semua duplikasi/ikutan lain yang tidak memiliki fungsi melengkapi nilai informasi harus segera disiangi tanpa harus menunggu perintah oleh pejabat yang berwenang.
Esensi dari ketiga azas tersebut adalah bahwa arsip harus disusutkan secara tepat dan cepat. Untuk itu diperlukan pengertian yang jelas bahwa penyusutan arsip dalam kaitan tanggung jawab hukum harus diartikan sebagai penghapusan/pemusnahan/menghilangkan informasi. Karena itu semua proses yang tidak termasuk menghilangkan informasi/memusnahkan arsip dapat segera dilakukan pada saat diketahui yang dihadapi adalah duplikasi, pustaka dan ikutan lain yang tidak bernilai informasi. Hanya satu naskah yang harus dijaga keberadaannya (record copy) yang pemusnahannya harus mengikuti prosedur yang berlaku, yang pada umumnya disebut Jadwal Retensi Arsip.
Penentuan Jangka Simpan Arsip.
Penentuan jangka simpan arsip, sebagai bagian terpenting dalmn penyusulan arsip, pada prinsippya harus mempertunbangkan dua K yalau nilai guna arsip dan pertanggungjawaban hukwn dalmn penyelenggaraan kcbidupan kenegaraan‑ Dari aspek nilin guna, sesuai dengan Surat Edaran Kepala ANRI Nomor 02/SE/1983, dapat dibedakan antara. rulal guna pruner dan nilai guna sekunder. Dan aspek hukwn pada prinsipnya harus mmpertimbangkan tip hal: Pertama, Ketentuan hukum yang mcngatur bidang kearsipan; Kedua, ketentuan hukum yang mengatur bidang operasional instansi yang bersangkutan; Kefiga, ketentuan hukum yang mengatur bidang lam namun mengikat pada cara sesuatu instansi/perusahaan harus mempcrlakukan arsipnya.
Nilai guna primer pada prinsipnya adalah nilai yang melekat pada kepentingan operasional instansi yang bersangkutan. Dalam hal ini dapat dibedakan dalam empat nilai guna yaitu: (1) Administrasi : Merupakan nilai guna yang berhubungan dengan tanggungjawab kedinasan; (2) Hukum : Merupakan nilai guna yang berhubungan dengan tanggung jawab kewenangan; (3). Fiskal. Merupakan nilai guna yang berbubungan dengan tanggungjawab keuangan; (4) IlmiahlTeknologi: Merupakan nilai guna yang berhubungan dengan tanggung jawab intelektual/prestasi budaya.
Disamping nilai guna primer, sebagian kecil arsip memiliki nilai guna sekunder yang berkaitan dengan bukti pertanggungjawaban nasional dan atau pelestarian budaya bangsa. Termasuk dalam nilai guna sekunder, adalah nilai guna information dan nilai guna evidential. Arsip bernilai guna informasional pada prinsipnya adalah semua hal yang mengenai peristiwa/fenomena orang/organisasi/tempat yang menjadi bagian langsung dari arus peristiwa nasional dan/tokoh nasional. Arsip bernilai guna evidential, merupakan arsip bukti keberadaanAesejarahan lembaga, pencipta (creating agency) arsip yang bersangkutan atau keberadaan sesuatu fenomena sejarah‑ Termasuk pula arsip seinua produk hukum yang bersifat mengatur dari instansi yang bersangkutan dan bukti prestasi budaya/intelektual yang bersifat original.
Semua arsip yang bernilai guna sekunder, tersebut dalam prinsipnya adalah arsip bernilai guna permanen, artinya harus dilestarikan keberadaannya. Untuk arsip, bernilai guna permanen, dapat disimpan secara terus mencrus di lembaga pencipta (creating agency) dan apabila. sudah tidak diperlukan lagi wajib diserahkan kepada Arsip Nasional Republik Indonesia sebagai arsip statis.
Persoalan kapan arsip tersebut disusutkan, harus ditetapkan dalam pedoman jangka simpan arsip yang secara umum disebut Jadwal Retensi Arsip (JRA). Prosedur dan teknik Penentuan jangka simpan arsip menjadi wilayah kerja Pak Burhan
Sistematika dan Proses Penetapan JRA (Jadwal Retensi Arsip)
Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1979, sebuah JRA setidak‑tidaknya harus berisi informasi tentang tiga hal, yaitu jenis arsip, jangka simpan dan keterangan. Berdasarkan ketentuan tersebut untuk penentuan model JRA terbuka luas, sesuai kebutuhan instansi masing‑masing. Arti nya dapat dilakukan perubuatan lebih rmci, misalnya menyangkut jangka, sunpan aktif, inaktif, dan lain‑lami. Berdasarkan pengalaman teoritis dan praktek, sebuah JRA sangat tepat bila disusun dalam format yang jelas. Jenis arsip merupakan susunan arsip dan sebuah seri keglatan (Records Series). Sementara jangka simpan dibedakan antara, arsip aktif dengan miaktif. Pada kolom ditempatkan disposisi mengenai nasib akhir bagi setiap serie arsip.
JRA pada prinsipnya adalah produk hukum untuk menjamin bahwa penyusutan arsip dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Keberadaan JRA sesuai dengan Ketentuan PP Nomor 34/1979, merupakan keharusan bagi setiap instansi Pemerintah/Perusahaan Negara. Kehadiran UU Nomor 8/1997 tidak merubah esensi penyusutan arsip, dan bahkan menjadikan penyusatan sebagai komitmen nasional karena setiap perusahaan wajib menyerahkan arsip statis yang bernilai pertanggungjawaban nasional ke Badan Arsip. Dengan demikian, diperlukan kerjasama yang baik dengan Badan Arsip agar penyusutan arsip secara sistematis dapat dilaksanakan dengan baik oleh setiap instansi/perusahaan.
Oleh karena itu, JRA adalah sebuah produk hukum, sebuah keputusan pucuk pimpinan instansi (Menteri, Kepala LPND, Direksi Perusahaan), untuk menjamin bahwa penyusutan arsip di instansinya telah dilakukan sesuai dengan kebutuhan hukum yang berlaku. Dengan demikian juga merupakan jaminan akuntabilitas kegiatan instansi/perusahaan dan sekaligus perlindungan hukurn bagi petugas arsip/Arsiparis yang melakukan penyusutan arsip di masing‑masing instansi/perusahaan.
Sedangkan muara akhir dari Jadwal Retensi Arsip ada dua: yakni memusnahkan atau menyerahkan arsip statis ke Arsip Nasional Republik Indonesia. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka diperlukan kesepakatan ANRI dengan perancang JRA, mengingat tiga hal
1. Aspek Efisiensi: Dengan adanya JRA yang telah disetujui ANRI, berarti sesuatu instansi dapat melakukan penyusutan arsipnya sendiri sesuai ketentuan JRA;
2. Aspek Akuntabilitas: Dengan bekerjasama dengan ANRI memungkinkan setiap instansi melestarikan arsip statis yang dianggap mewakili akuntabilitas perannya secara nasional;
3. Aspek Budaya: Dengan adanya peran ANRI dalam penunusan JRA, berarti setiap instansi dapat menyelamatkan arsip bukti pertanggungiawaban nasional dan bukti keberadaan/sejarah instansinya secara otomatis sejak arsip masih aktif
Secara hukum proses penentuan JRA diatur dalam PP Nornor 34/1979. Secara umum, dapat dikatakan sebagai berikut :
Pertama, Perumusan rancangan JRA sesuatu instansi/perusahaan disusun oleh suatu tim yang dibentuk oleh pirnpinan instansi/perusahaan; Kedua, Arsip Nasional Republik Indonesia dapat ditempatkan sebagai nara surnber pennnusan JRA instansi/Perusahaan; Ketiga, Rancangan JRA harus diajukan kepada Kepala. Arsip Nasional Republik Indonesia untuk memperoleh persetujuan. Dalam hal mengenai arsip Keuangan perlu dipertimbangan pendapatnya Ketua BPK, dan Ketua BAKN untuk arsip Kepegawaian, serta Menteri Dalam Negeri untuk Arsip Pemerintahan Daerah; Keempat Pimpinan instansi/Direksi Perusahaan menetapkan Keputusan berlalcunya JRA dilingkungen instansinya setelah memperoleh persetujuan Kepala ANRI.
Fungsi JRA dalam Penyusutan.
JRA pada prinsipnya tidak berlaku surut artinya hanya untuk arsip yang tercipta sejak terbit surat Keputusan berlakunya JRA. Sementara itu, sebagai lembaga yang tumbuh berkelanjutan setiap instansi akan memiliki arsip yang tercipta sejak sebelum berlakunya JRA. Baik arsip yang tercipta sebelum berlaku JRA maupun setelah berlaku JRA yang semuanya perlu disusutkan. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka dapat dinyatakan: Pertama, Arsip yang tercipta setelah bertaku JRA disusutkan berdasarkan JRA instansi yang bersangkutan; Kedua, Arsip yang tercipta sebelum berlaku JRA disusutkan sesuai dengan Surat Edaran Kepala ANRI Nornor Ol/SE/1981; Ketiga, JRA yang ada dapat digunakan sebagai acuan dalam penyusutan dan penyusunan Daftar Pertelaan Arsip yang akan disusutkan/dimusnahkan; Keempat, Penyusutan arsip berdasarkan JRA dapat dilakukan secara sistematis oleh instansi masing‑masing, kecuali arsip tersebut dinyatakan dinilai kembali atau berjangka simpan 10 tahun/lebih; Kelima, Pemusnahan arsip sebelum terbit JRA dapat dilakukan hanya setelah memperoleh persetujuan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia, setelah mendengar pertimbangan pimpinan instansi yang berkepentingan.
Lampiran: Contoh JRA Keuangan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar